Berlangsung selama 3 (tiga) hari, 15-17 Juli 2020, Workshop Pengembangan Kurikulum Pendidikan Hukum di Universitas Pattimura (FH UNPATTI), diberi sambutan oleh Dekan Dr. Rory J. Akyuwen, SH. M.Hum., dan dibuka acaranya oleh Prof. Dr. M. Saptenno, SH. M.Hum., selaku Rektor.
Dalam pengantar, Chief SLEEI Program, Dr. Revency Vania Rugebregt menekankan bahwa program ini diharapkan menjadi upaya maju untuk mendorong perubahan lebih baik melalui proses kerja sama dan transfer pengetahuan serta pengalaman hukum dari para trainers. Hal ini pun disambut hangat dari apa yang dikemukakan Dekan yang pula menegaskan begitu banyak kerja sama yang telah dikembangkan, baik di dalam maupun luar negeri, dan SLEEI Program diharapkan akan melengkapi proses-proses pengembangan kerja sama fakultas hukum.
Sementara Rektor Unpatti, Prof. Dr. M. Saptenno, SH. M.Hum., menyebutkan perlunya pendidikan yang menyambut tantangan Menteri Pendidikan soal Kampus Merdeka, di tengah derasnya arus perubahan sosial dan perkembangan teknologi yang demikian pesat. Ia menekankan bahwa pendidikan hukum harus mampu merespon kebutuhan pasar yang lebih bermakna bagi perubahan sosial masyarakat dan berdaya saing tinggi bagi lulusannya.
Selain dihadiri Rektor dan Dekan, pula diikuti 18 peserta yang sebagian pula merangkap panitia sebagai tuan rumah. Peserta mewakili 4 (empat) departemen, yakni Departemen Pidana, Departemen Perdata, Departemen Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Internasional. 18 peserta dosen ini terdiri dari 10 dosen perempuan, dan 8 dosen laki-laki. Para Ketua Departemen juga hadir menjadi peserta.
Sebagaimana program yang diselenggarakan di empat kampus ini, selain Unpatti yakni Universitas Mataram (NTB), Universitas Kristen Wira Wacana (Sumba, NTT), dan Universitas Kristen Artha Wacana (Kupang, NTT), memiliki tujuan utama untuk menghasilkan pengembangan silabus mata kuliah yang sudah mengintegrasikan lima tema SLEEI, yakni kemahiran hukum (legal skill), etika, pengintegrasian perspektif gender dalam hukum, hukum dalam konteks lokal dan pembelajaran interaktif (interactive learning).
Alur acara dimulai dengan Perkenalan para Narasumber dan Peserta. Diawali dengan Pengantar dari Koordinator Fasilitator Program SLEEI di Unpatti, Herlambang. Akibat masih pandemi Covid-19, metode workshopnya diubah menjadi virtual meeting. Selain Herlambang, empat orang narasumber/fasilitator yaitu Dr. Widodo Dwi Putro S.H.M.Hum (FH Univ. Mataram), Bivitri Susanti, S.H., LLM (Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera), Dr. Rikardo Simarmata, S.H (FH UGM) dan seorang Gender mainstreaming expert, Lisa, atau Lieselotte Heederik.
Materi awal adalah Etika Profesi Hukum, disampaikan Widodo Dwi Putro. Ia mengajak peserta mendiskusikan bersama pengertian etika, moral, dan profesi. Sesi berikutnya yaitu tema pengintegrasian gender dalam pendidikan hukum, Lisa membantu peserta untuk memahami tiga bahasan yaitu pengertian peristilahan (sex, gender, kesetaraan gender), kekerasan berbasis gender, dan kerangka hukum pengaturan gender.
Dan, sesi hari kedua, hukum dalam konteks lokal, disampaikan oleh Herlambang P. Wiratraman dibantu oleh Rikardo Simarmata. Sesi ini menjelaskan pengertian dan arti penting konteks lokal, kesenjangan hukum, dan teori-teori terkait konteks lokal. Sebuah film berjudul “The Bajau” karya Dandhy Laksono diputar untuk menjelaskan konteks lokal, serta apa yang terjadi apabila sistem hukum yang berlaku tidak memberikan ruang hidup dan menyingkirkan kearifan sosialnya.
Lalu siangnya dilanjutkan dengan materi Kemahiran Hukum, oleh Bivitri Susanti. Ia membantu peserta mendiskusikan penalaran hukum, alasannya, metode penalaran hukum, serta metode penafsiran hukumnya. Perempuan akrab dipanggil Bibip ini menjelaskan ragam analisis untuk memahami konteks dan analisis kritis terhadap bekerjanya hukum.
Hari terakhir, pembelajaran interaktif disampaikan Herlambang P. Wiratraman. Pada intinya, materi ini mengajak dosen mengembangkan pembelajaran interaktif berikut metode pengajaran dan mendiskusikan hambatan atau tantangannya. Acara kemudian mendiskukan secara wakil departemen, integrasi kelima tema SLEEI ke dalam silabi atau rencana perkuliahan semester (RPS).
Sama dengan pengalaman di UKAW sebelumnya, bahwa integrasi dilakukan dengan dua pilihan cara yaitu mengadakan mata kuliah tersendiri/mandiri, atau menyisipkannya kedalam mata kuliah-mata kuliah yang ada. Penyisipan bisa dengan menjadikannya sebagai pokok bahasan atau sub pokok bahasan tersendiri, atau lewat metode perkuliahan (case study, diskusi kelompok, pemutaran film, role play, dll). Satu hal pembelajaran menarik dari Ambon adalah pengalaman serta kesediaan materi perkuliahan berkaitan dengan pesisir dan kelautan. Ini semata masih bertahnnya adat setempat. Itu sebab program SLEEI begitu tepat diorientasikan pada pengembangan hukum dalam konteks lokal.
Workshop ditutup secara resmi oleh Dekan Fakultas Hukum Unpatti, pak Rory, yang pula ia mengingatkan untuk terus mengembangkan kurikulum yang terus positif bagi iklim pembelajarannya mahasiswa hukum. Secara umum berlangsung interaktif, hangat, dan lengkap hingga akhir. Semangat peserta terjaga dari awal hingga akhir, sehingga semua terkesan menikmati proses yang berlangsung.
Penulis: Herlambang P. Wiratraman