Lokakarya Pengembangan Kurikulum Pendidikan Hukum berlangsung 3 (tiga) hari, 1,3, 4 Agustus 2020 secara daring di Prodi Hukum, Universitas Kristen Wira Wacana (Unkriswina) Sumba. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan Program SLEEI (Strengthening Legal Education in Eastern Indonesia).
Meski Prodi Hukum Unkriswina ini terhitung muda (berdiri 20 Oktober 2015) dan masih dibawah Fakultas Ilmu Sosial (FIS), telah menjalin kerjasama dengan Van Vollenhoven Institute — Universiteit Leiden, KIT Royal Tropical Institute, Universitas Gajah Mada, Universitas Mataram, Unversitas Pattimura dan Universitas Kristen Artha Wacana – Kupang dalam Program SLEEI. Program ini didanai oleh NUFFIC’s Orange Knowledge Programme. Sebelumnya, di bulan Juni lalu, Prodi Hukum ini juga bekerjasama dengan Komisi Yudisial dalam Webinar tentang “Etika Hakim dan Anatomi Pengadilan”.
Lokakarya dibuka oleh Rektor Unkriswina, Pdt. Norlina Rambu J. Kalunga, S. Si (Teol), M. Si. Dalam sambutannya, Rektor mengapresiasi kegiatan lokakarya ini. “Semoga dengan lokakarya ini, para dosen di Program Studi Hukum Unkriswina terbantu dalam mempersiapkan diri untuk memasuki Kampus Merdeka. Oleh karena itu, besar harapan saya bahwa Bapak/Ibu trainers membantu para dosen dalam mengembangkan Program Studi Hukum Unkriswina Sumba. Semoga Tuhan memberkati.”
Sebagaimana kita ketahui Unkriswina merupakan satu-satunya kampus di Pulau ‘Parai Marapu’. Dosen di Prodi Hukum berjumlah 5 (lima) orang. Dalam sesi perkenalan, para dosen menyampaikan harapannya, kegiatan lokakarya ini berguna bagi pengembangan pendidikan hukum. Lebih spesifik, Dosen Hukum Acara Pidana, Rambu Susanti M. Maramba, SH., MH berharap materi dalam lokakarya ini, akan menjadi acuan dalam perubahan kurikulum di Prodi Hukum.
Kata pengantar dari Koordinator Fasilitator Program SLEEI di Unkriswina, disampaikan oleh Widodo Dwi Putro. Awalnya, masing-masing fasilitator bertanggung jawab memberikan pelatihan pada satu kampus secara tatap muka. Akibat masih pandemi Covid-19, metode lokakaryanya diubah menjadi daring sehingga semua fasilitator bisa terlibat di semua kampus. Selain Widodo (Universitas Mataram), empat orang narasumber/fasilitator yaitu Bivitri Susanti, S.H., LLM (Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera), Dr. Herlambang P. Wiratraman (FH Univ. Airlangga), Dr. Rikardo Simarmata, S.H (FH UGM) dan ahli gender, Lieselotte Heederik yang akrab dipanggil Lisa dari Belanda.
Materi awal adalah Hukum Dalam Konteks Lokal disampaikan oleh Herlambang P. Wiratraman dan Rikardo Simarmata. Sesi ini menjelaskan pengertian dan arti penting konteks lokal, kesenjangan hukum, pluralisme hokum dan teori-teori terkait konteks lokal. Dalam materi ini ditayangkan film tentang pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat di Sumba Timur oleh perusahaan perkebunan tebu.
Sesi berikutnya yaitu tema Hukum dan Gender. Lisa secara interaktif memfasilitasi bagaimana peserta memahami sex, gender, kesetaraan gender, dan kekerasan berbasis gender. Rikardo Simarmata melanjutkan pengintegrasian gender dalam pendidikan hukum.
Sesi hari kedua, Widodo mengajak peserta merefleksikan dan mendiskusikan mengapa etika penting bagi pendidikan hukum. Sesi berikutnya, Bivitri Susanti menyampaikan materi Kemahiran Hukum. Bivitri membantu peserta mendiskusikan penalaran hukum, menjelaskan ragam penafsiran hukum dan berpikir kritis terhadap hukum.
Pada hari ketiga, Herlambang memfasilitasi bagaimana pembelajaran yang interaktif dengan menggali pengalaman para partisipan. Dalam sesi ini, semua fasilitator terlibat dan mendiskusikan metode pendidikan hukum yang interaktif.
Tujuan utama lokakarya ini untuk menghasilkan pengembangan silabus mata kuliah yang sudah mengintegrasikan lima tema SLEEI, yakni kemahiran hukum, etika, pengintegrasian perspektif gender dalam hukum, hukum dalam konteks lokal dan pembelajaran interaktif. Integrasi dilakukan dengan dua pilihan cara yaitu mengadakan mata kuliah tersendiri/mandiri, atau menyisipkannya kedalam mata kuliah-mata kuliah yang ada. Pengintegrasian lima materi tersebut dapat berupa pokok bahasan atau sub pokok bahasan tersendiri, atau lewat metode perkuliahan (studi kasus, diskusi kelompok, bermain peran, pemutaran film, dsb).
Dalam sesi terakhir para partisipan mempresentasikan masing-masing RPS (Rencana Pembelajaran Semester) yang sudah diintegrasikan dengan lima tema tersebut. Yang menarik, Pulau Sumba ini masih kuat hukum adatnya. Pendidikan hukum agar tidak terasing dari basis sosial-kultural perlu didialogkan dengan berbagai persoalan hukum masyarakatnya. Sebagai contoh, mata kuliah hukum internasional, tidak cukup hanya menyampaikan narasi besar tentang konvensi-konvensi internasional, melainkan juga dihadirkan ke ‘taluara uma’ (halaman rumah) Sumba. Misalnya, kasus nelayan tradisional Rote Ndao yang mempunyai tradisi menangkap ikan di Pulau Pasir sejak abad ke 17, tetapi bermasalah karena pulau itu sekarang masuk dalam wilayah Australia.
Lokakarya ditutup secara resmi oleh Koodinator Program SLEEI Unkriswina, Dr. Rambu L.K. Nugrohowardhani yang menilai lokakarya ini relevan bagi para dosen dalam persiapan pengembangan dan perubahan kurikulum di Prodi Hukum.
Penulis : Rambu Susanti M. Maramba dan Widodo Dwi Putro